Jumat, 14 Desember 2007

Teori Psikoanalitis Adler

Oleh : P. Erianto Hasibuan
Lebih jauh dengan Alfred Adler
Alfred Adler dilahirkan pada tanggal 7 Pebruari 1870 di Wina (Austria) dan wafat pada tanggal 28 Mei 1937 di Aberdeen (Skotlandia). Ia adalah seorang Yahudi yang lahir dari keluarga yang termasuk dalam status sosial ekonomi kelas menengah pada saat itu. Adler ketika berusia 5 tahun terkena penyakit pneumonia (radang paru-paru) yang mendorong dia untuk memerangi penyakitnya hingga berhasil meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Vienna. Ia akhirnya dikenal sebagai seorang ahli penyakit dalam.
Tahun 1898, ia menulis buku pertamanya yang memfokuskan pada pendekatan kemanusiaan dan penyakit dari sudut pandang individu sebagai pribadi bukan mem-bagi-baginya menjadi gejala, insting, atau dorongan-dorongan. Pada tahun 1902, ia mendapat tawaran kerjasama dari Freud untuk bergabung dalam kelompok diskusi untuk membahas masalah psikopatologi. Adler akhirnya ikut bergabung dan kemudi-an menjadi pengikut setia Freud, namun hubungan tersebut tidak berlangsung lama.
Pada tahun 1907, Adler menulis sebuah paper berjudul "Organ Inferiority" yang menjadi pemicu rusaknya hubungan Freud dengan Adler. Dalam tulisan tersebut Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi dengan alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah yang justru membuat manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena mendorong manusia untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan). Adler juga tidak sependapat dengan teori psikoseksual Freud. Pada tahun 1911, Adler meninggalkan kelompok diskusi, bersama dengan delapan orang koleganya, dan mendirikan sekolah sendiri. Sejak itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan Freud.
Ia kemudian membentuk kelompoknya sendiri, yang kemudian dikenal sebagai Psikologi Individual dan yang menarik pengikut dari seluruh dunia. Pada tahun 1935 Adler menetap di Amerika Serikat di mana ia meneruskan praktiknya sebagai psikiater dan menjadi profesor dalam psikologi medis di Long Island College of Medicine.
Manusia sebagai makhluk sosial
1Berbeda secara tajam dengan pandangan pokok Freud bahwa tingkah laku manusia didorong oleh insting‑insting yang dibawa sejak lahir dan dengan aksioma pokok Jung yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia dikuasai oleh arkhetipe‑arkhetipe yang dibawa sejak lahir. Adler berpendapat bahwa manusia pertama‑tama dimotivasikan oleh dorongan‑dorongan sosial. Menurut Adler, manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang‑ orang lain, ikut dalam kegiatan‑kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial di atas kepentingan diri sendiri, dan mengembangkan gaya hidup yang meng-utamakan orientasi sosial. Adler tidak berkata bahwa manusia disosialisasikan hanya dengan melibatkan diri pada proses‑proses sosial; dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun tipe‑tipe khusus hubungan dengan orang dan pranata‑ pranata sosial yang berkembang ditentukan oleh corak masyarakat tempat orang itu dilahirkan. Maka dalam satu segi, pandangan Adler sama‑sama bersifat biologis seperti Freud dan Jung. Ketiga‑tiganya berpendapat bahwa seseorang mempunyai kodrat inheren yang membentuk kepribadiannya. Freud menekankan seks, Jung menekankan pola‑pola pemikiran primordial, serta Adler menekankan minat sosial. Penekanan pada faktor‑faktor sosial tingkah laku yang telah diabaikan atau diminimasikan oleh Freud maupun Jung membuat Adler berbeda sehingga memiliki ciri tersendiri.
Ada 3 ciri tersendiri teori Adler dan yang meberikan sumbangan paling besar bagi teori psikologi, yaitu :
 Adler mengalihkan perhatian para psikolog pada pentingnya variabel‑variabel sosial dan membantu mengembangkan bidang psikologi sosial pada saat psikologi sosial membutuhkan dorongan dan dukungan, terutama dari kalangan psikoanalisis.
‚ Adler memberi sumbangan penting bagi teori kepribadian dengan konsepnya mengenai diri yang kreatif. Tidak seperti ego Freud, yang terdiri dari kumpulan proses psikologis yang melayani tujuan insting‑insting diri Adler merupakan sistem subjektif yang sangat dipersonalisasikan, yang menginterpretasikan dan membuat pengalaman‑pengalaman organisme penuh arti. Tambahan lagi, diri mencari penga-laman‑pengalaman yang akan membantu pemenuhan gaya hidup sang pribadi yang unik; apabila pengalaman-pengalaman ini tidak ditemukan di dunia maka diri akan berusaha menciptakannya. Konsepsi tentang diri yang kreatif ini adalah baru bagi teori psikonalitik dan ia membantu mengimbangi "objektivisme" ekstrem psikoanalisis klasik, yang hampir sepenuhnya bersandar pada kebutuhan‑kebutuhan biologis dan stimulus‑stimulus dari luar untuk menerangkan dinamika kepribadian.
ƒ Adler menekankan pada keunikan kepribadian. Adler berpendapat bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif‑motif, sifat‑sifat, minat‑minat dan nilai-nilai; setiap perbuatan yang dilakukan orang membawa corak khas gaya hidupnya sendiri.
TEORI KEPRIBADIAN ADLER
Teori Adler tentang sang pribadi meminimasikan peran insting seksual yang dalam teori awal Freud memainkan peranan yang hampir eksklusif dalam dinamika tingkah laku. Terhadap monolog Freudian tentang seks ini, Adler menambahkan suara-suara lain yang penting. Manusia pertama‑tama adalah makhluk sosial, bukan seksual. Manusia dimotivasikan oleh minat sosial, bukan oleh dorongan seksual. Inferioritas mereka tidak terbatas pada bidang seksual, melainkan bisa meluas pada segala segi baik fisik maupun psikologis. Manusia berusaha berjuang mengembangkan gaya hidup unik di mana dorongan seksual memainkan peranan kecil. Sebenarnya, cara orang memuaskan kebutuhan‑kebutuhan seksualnya ditentukan oleh gaya hidupnya bukan sebaliknya. Penurunan peranan seks yang dilakukan Adler bagi banyak orang membuat lega dari panseksualisme Freud yang monoton.
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat‑sifat pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif‑motif, sifat‑sifat, serta nilai‑nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
Teori kepribadian Adler sangat ekonomis dalam arti bahwa sedikit konsep dasar menopang seluruh struktur teoretisnya. Karena itu, segi pandangan Adler dapat dengan cepat disajikan secara ringkas dalam sejumlah kecil rubrik, yakni: (1) finalisme flktif, (2) perjuangan ke arah superioritas, (3) perasaan inferioritas (rendah diri) dan kompensasi, (4) minat sosial, (5) gaya hidup, (6) diri kreatif.
Finalisme Fiktif (Finalisme Semu)
Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi oleh filsafat "seakan‑akan" yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam bukunya yang bedudul Die Philosophie des Als Ob (1911). Vaihinger mengemukakan, bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita‑cita atau pikiran yang semata‑mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya dalam realitas. Gambaran‑gambaran semu yang demikian itu misalnya: "Semua manusia ditakdirkan sama", Kejujuran adalah politik yang paling baik", "tujuan mengesahkan alat” dan sebagainya. Gambaran‑gambaran semu itu memungkinkan manusia untuk menghadapi realitas dengan lebih baik. Gambaran‑ gambaran semu tersebut adalah praduga-praduga penolong, yang apabila kegunaannya sudah tidak ada lagi lalu dapat dibuang.
Adler mengambil ajaran filsafat positivisme idealistis yang bersifat pragmatis itu dan disesuaikannya dengan pendapatnya sendiri. Di dalam filsafat Vaihinger itu Adler menemukan pengganti determinisme historis Freud yang menekankan faktor konstitusio-nal serta pengalaman masa kanak‑kanak; Adler menemukan gagasan bahwa manusia lebih didorong oleh harapan‑harapannya terhadap masa depan daripada pengalaman‑ pengalaman masa lampaunya. Tiap orang mempunyai Leitlenie, yaitu rancangan hidup rahasia yang tak disadari, yang diperjuangkannya terhadap segala rintangan. Tujuan yang ingin dikejar manusia itu mungkin hanya suatu fiksi, yaitu suatu cita‑cita yang tak mungkin direalisasikan, namun kendatipun demikian merupakan pelecut yang nyata bagi usaha manusia, dan karenanya juga merupakan sumber keterangan bagi tingkah lakunya. Menurut Adler orang yang normal dapat membebaskan diri akhimya, dari fiksi ini, sedang orang yang neurotis tidak.
Perjuangan ke Arah Superioritas
Pada tahun 1908, Adler telah mencapai kesimpulan bahwa agresi lebih penting daripada seksualitas. Kemudian impuls agresif itu. diganti dengan "hasrat akan kekuasaan". Adler mengidentifikasikan kekuasaan dengan sifat maskulin dan kelemahan dengan sifat feminin. Pada tahap pemikiran inilah (kira‑kira tahun 1900) ia mengemukakan ide tentang "protes maskulin" suatu bentuk kompensasi berlebihan yang dilakukan baik oleh pria maupun wanita jika mereka merasa tidak mampu dan rendah diri. Kemudian, Adler menggantikan "hasrat akan kekuasaan" dengan "perjuangan ke arah superioritas" yang tetap dipakainya untuk seterusnya. Jadi ada tiga tahap dalam pemikiran Adler tentang tujuan final manusia, yakni: menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior.
Adler menegaskan bahwa superioritas bukan pengkotakan sosial, kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Tetapi superioritas yang dimaksudkan Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung tentang diri atau prinsip aktualisasi‑diri dari Goldstein. Superioritas adalah perjuangan ke arah kesempurnaan. Ia merupakan "dorongan kuat ke atas".
Dari mana datangnya perjuangan ke arah superioritas atau kesempurnaan ini? Adler menyatakan bahwa perjuangan ini bersifat bawaan; bahwa ia merupakan bagian dari hidup; malahan hidup itu sendiri. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu membawa sang pribadi dari satu tahap perkembangan ke tahap‑tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi. Adler mengakui bahwa dorongan ke arah superioritas itu dapat menjelma dengan beribu‑ribu cara yang berbeda‑beda, dan bahwa setiap orang mempunyai cara konkret masing‑masing untuk mencapai atau berusaha mencapai kesempurnaan. Orang yang neurotik misalnya, memperjuangkan harga diri, kekuasaan, dan pemujaan diri ‑ dengan kata lain, memperjuangkan tujuan~tujuan egoistik atau mementingkan diri sendiri ‑ sedangkan orang normal memperjuangkan tujuan‑tujuan yang terutama bersifat sosial.
Perasaan Inferioritas dan Kompensasi
Sejak mula‑mula menjadi dokter, Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi‑ fungsi jasmani yang kurang sempurna, hal ini dirumuskannya dalam Organ minderwertigheit und ihre psychische Kompensationen (1912). Mula‑mula dia menyelidiki tentang kenapakah apabila orang sakit itu menderita di daerah‑daerah tertentu pada tubuhnya; misalnya ada orang menderita sakit jantung, ada yang sakit paru‑paru, dan ada lagi yang sakit punggung, dan sebagainya. Jawab Adler ialah pada daerah‑daerah tersebut terdapat kekurangan‑kesempurnaan atau minderwertingkeit (inferiority), baik karena dasar maupun karena kelainan dalam perkembangan. Selanjutnya dia menemukan bahwa orang yang mempunyai organ yang kurang baik itu berusaha mengkompensasikannya dengan jalan memperkuat organ tersebut melalui latihan‑latihan yang intensif. Contoh yang terkenal mengenai kompensasi terhadap organ yang kurang sempurna ini adalah Demosthenes yang pada masa kanak‑kanaknya menggagap, tetapi karena latihan‑latihan akhirnya menjadi orator yang paling ternama.
Segera setelah dia menerbitkan monograf tentang minder­ wertigkeit von organen Adler memperluas pendapatnya tentang rasa rendah diri itu: pengertian ini mencakup segala rasa kurang berharga yang timbul karena ketidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subyektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna. Pada mulanya Adler menyatakan inferioritas itu dengan "kebetinaan" dan kompensasinya disebut "protes kejantanan", akan tetapi kemudian dia memasukkan hal itu kedalam pengertian yang lebih luas yaitu rasa diri kurang atau rasa rendah diri (Inferioritas) yang timbul karena perasaan kurang berharga atau kurang mampu dalam bidang penghidupan apa saja. Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi, dan apabila dia telah mencapai taraf perkembangan itu timbul lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk maju lagi, demikian selanjutnya. Adler berpendapat bahwa rasa rendah diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebih‑lebih sehingga manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
Dalam pada itu perlu dicatat bahwa Adler bukanlah seorang hedonist; kendatipun rasa rendah diri itu membawa penderitaan, namun hilangnya rasa rendah diri tidak mesti berarti datangnya kenikmatan. Bagi Adler tujuan manusia bukanlah mendapatkan kenikmatan, akan tetapi mencapai kesempurnaan.
Minat Kemasyarakatan
Pada tahun‑tahun permulaan perumusan teorinya, ketika ia mengemukakan hakikat manusia yang agresif dan haus kekuasaan serta ide tentang protes maskulin sebagai suatu bentuk kompensasi berlebihan atas kelemahan feminin, Adler dikritik dengan tajam karena ia menekankan dorongan‑dorongan yang bersifat mementingkan diri sendiri dan mengabaikan motif‑motif sosial.
Adler, seorang pembela keadilan sosial dan penyokong demokrasi sosial, memperluas konsepsinya tentang manusia dengan memasukkan faktor minat sosial (1939). Meskipun minat sosial terjelma dalam bentuk‑bentuk seperti kerjasama, hubungan antarpribadi dan hubungan sosial; identifikasi dengan kelompok, empati dan sebagainya, namun makna istilah itu sendiri jauh lebih luas daripada hal‑hal ini. Menurut artinya yang terdalam, minat sosial berupa individu membantu masyarakat mencapai tujuan terciptanya masyarakat yang sempurna. "Minat sosial merupakan kompensasi sejati dan yang tak dapat dielakkan bagi semua kelemahan alamiah manusia 'lndividual".
Setiap orang berada dalam suatu konteks sosial sejak hari pertama hidupnya. Kerjasama terwujud dalam hubungan antara bayi dan ibunya, dan sejak itu sang pribadi terus‑menerus terlibat dalam jalinan hubungan antarpribadi yang membentuk kepribadiannya dan memberikan penyaluran‑penyaluran konkret bagi perjuangan ke arah superioritas. Perjuangan ke arah superioritas menjadi tersosialisasikan; cita‑cita akan suatu masyarakat yang sempurna menggeser ambisi yang bersifat murni pribadi dan keuntungan yang bersifat mementingkan diri sendiri. Dengan bekerja demi kepentingan umum, manusia melakukan kompensasi bagi kelemahan‑kelemahan individualnya sendiri.
Adler yakin bahwa minat sosial bersifat bawaan; bahwa manusia adalah makhluk sosial menurut kodratnya, bukan karena kebiasaan belaka. Akan tetapi sama seperti setiap bakat kodrati lainnya, kecenderungan yang dibawa sejak lahir ini tidak bisa muncul secara spontan, tetapi harus ditumbuhkan lewat bimbingan dan latihan. Karena ia yakin akan pentingnya pendidikan, maka Adler menyediakan banyak waktu untuk mendirikan klinik bimbingan kanak‑kanak, menyempurnakan sekolah-sekolah, dan mendidik masyarakat tentang cara‑cara. yang tepat untuk mengasuh anak‑anak.
Menarik untuk menelusuri dalam tulisan‑tulisan Adler perubahan pasti meski secara gradual pada konsepsinya tentang manusia sejak tahun‑tahun awal kehidupan profesinya ketika ia masih bersekutu dengan Freud sampai tahun‑tahun kemudian sesudah ia memiliki reputasi internasional. Di mata Adler muda, manusia didorong oleh nafsu akan kekuasaan dan dominasi yang tak terpuaskan untuk mengkompensasikan suatu perasaan inferioritas yang dalam dan tersembunyi. Di mata Adler tua, manusia dimotivasikan oleh minat sosial bawaan yang menyebabkan ia menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Gambaran tentang manusia sempurna yang hidup di.tengah suatu masyarakat yang sempurna menggantikan gambaran tentang manusia perkasa, agresif yang menguasai serta mengeksploitasi masyarakat. Minat kemasyarakatan menggantikan minat yang bersifat mementingkan diri.
Gaya Hidup
Gaya hidup, adalah prinsip sistem dengan mana kepribadian individual berfungsi; keseluruhanlah yang memerintah bagian‑bagiannya. Ini merupakan slogan dari teori kepribadian Adler. Gaya hidup merupakan prinsip-prinsip idiografik Adler yang utama; itulah prinsip yang menjelaskan keunikan seseorang. Setiap orang mempunyai gaya hidup tetapi tidak mungkin ada dua orang mengembangkan gaya hidup yang sama.
Setiap orang mempunyai tujuan sama, yakni superioritas, namun cara untuk mengejar tujuan ini tak terhingga jumlahnya. Orang yang satu berusaha menjadi superior dengan mengembangkan inteleknya, yang lain mengerahkan segenap usahanya untuk mencapai kesempurnaan otot.
Gaya hidup terbentuk sangat dini pada masa kanak‑kanak, pada usia 4 atau 5 tahun, dan sejak itu pengalaman‑pengalaman diasimilasikan dan digunakan seturut gaya hidup yang unik ini. Sikap, perasaan, apersepsi terbentuk dan menjadi mekanik pada usia dini, dan sejak itu praktis gaya hidup tidak bisa berubah. Orang mungkin memperoleh cara‑cara baru untuk mengungkapkan gaya hidupnya yang unik, tetapi cara‑cara ini hanya merupakan contoh‑contoh konkret dan khusus dari gaya hidup dasar sama yang terbentuk pada usia awal.
Adler menyatakan bahwa gaya hidup sebagian besar ditentukan oleh inferioritas‑inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya hidup, merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal‑hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Anak yang bodoh akan berjuang mencapai superioritas intelektual.
Diri Kreatif
Konsep ini merupakan puncak prestasi Adler sebagai teoretikus kepribadian. Ketika ia menemukan daya kreatif pada diri, maka semua konsepnya yang lain ditempatkan di bawahnya; akhirnya ditemukan juga penggerak utama, sendi sang filsuf, obat mujarab kehidupan, penyebab pertama semua tingkah laku manusia yang telah sekian lama dicari Adler. Diri kreatif yang bersifat padu, konsisten, berdaulat dalam struktur kepribadian.
Seperti semua penyebab pertama yang lain, daya kreatif diri sulit digambarkan. Kita dapat melihat pengaruh‑pengaruhnya, tetapi kita. tidak dapat melihatnya. Diri kreatif merupakan jembatan antara stimulus‑stimulus yang menerpa seseorang dan respon‑respon yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus‑stimulus itu. Pada hakikatnya, doktrin tentang diri kreatif itu menyatakan bahwa manusia membentuk kepribadiannya sendiri. Manusia membangun kepribadiannya dari bahan mentah hereditas dan pengalaman.
Diri kreatif adalah ragi yang mengolah fakta‑fakta dunia dan mentransformasikan fakta‑fakta ini menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamik, menyatu, personal dan unik. Diri kreatif memberikan arti pada kehidupan; ia menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya. Diri kreatif adalah prinsip aktif kehidupan manusia, dan tidak berbeda dengan konsep jiwa yang lebih kuno itu.


Bacaan :
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Kepribadian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998
Calvin S. Hall at all, Theories of Personality, John Wiley & Sons, New York, 1978. Edisi Terjemahan oleh Kanisius, Yogyakarta, 1993.

Tidak ada komentar: