Kamis, 29 November 2007

TEMPAT DAN FUNGSI HUKUM TAURAT MENURUT PAULUS

Oleh : P. Erianto Hasibuan
1. Pendahuluan
Pasca pertobatan, Paulus memiliki semanagat yang berapi-api untuk mengabdi kepada Allah, sebagai hamba setiawan ia menolak segenap kompromis dalam bentuk apapun. Bahkan ia dianggap sebagai tokoh dari sekte orang Nasrani (Kis.24:5). Se-mangat yang tak bersyarat itu terungkap dalam kehidupan yang terdiri atas penyangkal-an diri yang mutlak dan pengabdian kepada Dia yang dikasihi Paulus. Kerja keras dan lelah, haus, penderitaan, kemiskinan dan bahaya maut (1Kor.4:9-13; 2Kor.4:8 dab; 6:4-10; 11:23-27), tidak dipedulikan sama sekali mana kala Paulus menunaikan tugas yang dianggapnya sebagai tanggung jawabnya (1Kor.9:16 dab). Tidak ada sesuatupun dari semuanya itu yang mampu memisahkan Paulus dari kasih Allah dan Kristus (Rom.8:35-39). Sebaliknya, semuanya itu dianggapnya barang berharga oleh karena menyerupai dirinya dengan Gurunya yang bersengsara dan tersalib ( 2Kor.4:10 dab; Flp.3:10 dab).
Sesungguhnya Paulus tidak mau pertama-tama menegur kaum beriman, tetapi para lawan yang berusaha membujuk dan menyesatkan mereka: orang-orang Yahudi yang di mana-mana melawan dan menghalangi Paulus (Kis.13:45, 50; 14:2, 19; 17:5,13; 18:6; 19:9; 21:27), ataupun orang-orang Kristen ke-Yahudian yang ingin membebankan kuk hukum taurat pada mereka yang oleh Paulus direbut bagi Kristus (Gal.1:7, 2:4, 6:12 dab). Terhadap golongan-golongan itu Paulus tidak kenal ampun (1Tes.2:15 dab; Gal.5: 12; Flp.3:2). Gairah mereka yang sombong dan "kedagingan" dihadapi Paulus dengan daya rohani sejati yang menyatakan diri melalui kepribadiannya yang lemah (2Kor.10: 1-12:2), dan dengan sikap jujurnya yang membuktikan Paulus tidak mencari keuntung-an sendiri (Kis.18:3). Terlebih-lebih lawan Paulus itu ialah orang-orang Yahudi yang masuk Kristen dan ingin memaksakan adat-kebiasaan sendiri kepada orang-orang lain. Mereka menyalah-gunakan nama Petrus (1Kor.1:12), dan Yakobus (Gal.2:12), untuk menurunkan kewibawaan Paulus. Sebaliknya, Paulus sendiri selalu menghormati we-wenang para rasul sejati, (Gal.1:18; 2:2), walaupun mempertahankan bahwa sebagai saksi Kristus setara dengan mereka (Gal.1:11 dab; 1Kor.9:1; 15:8-11). Kalaupun terjadi bahwa sehubungan dengan perkara tertentu Paulus menentang Petrus (Gal.2:11-14), namun Paulus selalu menyatakan dirinya orang yang suka berdamai (Kis. 21:18-26).
2. Pengertian Hukum
Didalam PB istilah hukum atau hukum Tauarat merupakan terjemahan dari nomos. Menurut : The New Bible Dictionary[1] ada 6 pengertian dari penggunaan istilah hukum (nomos), yaitu :
(1) Untuk menunjukkan seluruh atau sebagian hukum dari PL. Rom.3:19a dan Rom.2: 17‑27 jelas menunjuk kepada hukum dalam PL secara keseluruhan. Dalam arti yang lebih terbatas istilah itu digunakan untuk menyebut kelima Kitab (Pentateukh) dibedakan dari dua bagian utama PL yang lain (bnd Luk.24:44). Ada beberapa tempat di mana tidak pasti apakah sebutan “Taurat Musa” hanya menunjuk kepada kelima Kitab itu, ataukah digunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu PL tanpa “Kitab nabi‑nabi” (bnd Yoh.1:45; Kis.28:23).
(2) Menunjuk kepada sistim pemerintahan yang Musa tetapkan di Sinai. Penggunaan seperti ini kelihatan jelas khususnya dalam Surat‑surat Paulus (bnd Rom.5:13, 20; Gal.3:17, 19, 21a). Amat dekat dengan pengertian ini ialah penggunaan istilah ”di bawah hukum Taurat” oleh Paulus (1Kor.9:20; Gal.3:23; 4:4, 5, 2 1; bnd Ef.2:15; ”dari hukum Taurat” dalam. Rom.4:16). Ungkapan ini berarti berada di bawah sistim hukum Musa, atau pada 1Kor.9:20 berarti memandang diri sendiri sebagai masih terikat oleh bentuk‑bentuk kelembagaan yang ditetapkan Musa.
(3) Untuk menggambarkan hukum Allah sebagai penyataan dari kehendak Allah. (Rom. 3:20; 4:15; 7:2, 5, 7, 8, 9, 12, 16, 22; 8:3, 4, 7; 13:8, 10; 1Kor.15:56; Gal.3:13; 1Tim.1:8; Yak.1:25; 4:11). Dalam ayat‑ayat seperti itu nampak Ke-kudusan dan kewajib‑taatan yang mantap dari hukum Taurat sebagai pengungkap-an sifat Allah, yakni kudus, benar dan baik. Kewajiban untuk taat bagi manusia diungkapkan dalam istilah‑istilah ”di bawah Taurat” (1Kor.9:2 1, ennomos).
(4) Dalam arti hukum yang secara khusus dinyatakan, dalam pertentangan dengan tuntutan mengenai pekerjaan baik yang sejak awal tertulis dalam hati manusia (Rom.2:12‑14).
(5) Dalam arti yang buruk, untuk menunjukkan kedudukan orang yang menaruh perhatian kepada hukum, dan karena itu kepada perbuatan‑perbuatan atas dasar hukum, sebagai jalan pem­benaran dan penerimaan oleh Tuhan. Rumusan huponomon dalam Rom.6:14‑15; Gal.5:18 berarti ”di bawah hukum” dalam arti itu. Jika Paulus berkata ”kebenaran tanpa hukum telah dinyatakan” (Rm 3:21), ia memaksudkan kebenaran terlepas dari perbuatan‑perbuatan hukum, dan oleh sebab itu bertentangan dengan kebenaran karena justru hanyalah perbuatan‑ perbuatan. Apabila ia berkata bahwa kita telah mati bagi hukum, dan dibebaskan dari hukum (Rom.7:4, 6), ia menunjuk kepada pemutusan belenggu yang mengikat kita kepada hukum sebagai jalan diterima oleh Tuhan (bnd juga Gal.2:19). Hukum sebagai hukum, artinya sebagai perintah yang menuntut ketaatan dan menyatakan hukumannya terhadap semua pelanggaran, tidak mempunyai kemampuan atau kesempatan bagi pembenaran terhadap orang fasik. Pertentangan antara kebenaran berdasar hukum, yaitu kebenaran diri kita sendiri, dan kebenaran dari Allah yang disediakan dalam Kristus adalah pertentangan antara amal manusia dengan Injil anugerah (bnd Rom.10:3; Gal.2:21; 5:4; Flp.19). Polemik Paulus dalam Surat‑surat Roma dan Galatia adalah mengenai pertentangan ini.
(6) Hukum kadang‑kadang digunakan untuk menggambarkan suatu asas yang berpengaruh dan yang menguasai. Dalam arti ini Paulus berbicara tentang ”hukum iman” (Rom.3:27) yang dipertentangkan dengan hukum perbuatan. Pertentangan itu adalah antara asas iman dengan asas perbuatan‑perbuatan. Gagasan inilah tafsiran yang paling tepat terhadap istilah ”hukum” dalam Rom.7:21, 23, 25b; 8:2.
Jadi ada keanekaragaman dalam mengartikan istilah hukum, dan seringkali ada perbedaan makna yang dalam. Akibatnya, adalah apabila kita tidak menghargai perbedaan yang muncul dalam penggunaannya, maka kita dapat memasukkan arti yang sama sekali berbeda dari yang dimaksudkan oleh PB. Ada tempat‑tempat, terutama dalam Surat‑surat Paulus, di mana perubahan dari arti yang satu kepada yang lain terjadi dalam kalimat‑kalimat yang berdekatan. Dalam Rom.3:21, apabila kita tidak memper-hatikan dua arti yang berbeda dari kata itu, akan terjadi pertentangan yang pasti. Dalam Rom.4:14 ungkapan ”dari hukum” adalah berarti lepas dari iman. Tapi dalam ayat 16 ”dari hukum” tidaklah lepas dari iman karena mereka yang dari hukum digambarkan sebagai memiliki janji yang dikokohkan bagi mereka. Jadi di sini dituntut arti yang berbeda‑beda.
Dalam Seri Eksposisi Surat Roma No. 67 edisi bulan Juli 2007,[2] diuraikan bahwa substansi agama sejati adalah mementingkan relasi ketimbang hukum. Hal ini tidak berarti kekristenan merupakan antinomianisme karena kekristenan juga melawan antinomianisme. Tetapi kita harus mengembalikan hukum kembali kepada substansinya yang tidak boleh terlepas dari relasi. Orang-orang Farisi/Yahudi sudah menekankan hukum dalam agama, yang penting mentaati hukum. Kalau hukum itu mengatur ibadah kepada Tuhan maka tidak penting apakah orang itu mengasihi Tuhan atau tidak yang penting taat hukum.
Padahal hukum Taurat yang menjadi landasan agama Yahudi, permulaan dibuat dalam konteks relasi dan untuk mengatur relasi. Permulaan hukum itu: “Akulah TUHAN Allahmu yang membawa engkau keluar dari Mesir tanah perbudakan”, merupakan bentuk pernyataan bahwa kasih Allah demikian besar. Itu sebabnya ketaatan bangsa Israel kepada 10 hukum bukanlah terpaksa melainkan dengan kerelaan dan hati penuh kasih karena Allah telah lebih dahulu mengasihi. Lagipula, di dalam 10 hukum itu, mengatur relasi manusia dengan Allah yakni bagiamana manusia mengasihi Allah (hukum 1-4) dan mengatur relasi manusia dengan manusia, bagaimana manusia saling mengasihi (hukum 5-10). Karena itu, Tuhan Yesus mengatakan, jikalau engkau mengasihi Aku, engkau akan menuruti segala perintah ku. Agama yang menekankan hukum tanpa membangun relasi akan menghasilkan pribadi penuh kemunafikan. Tetapi jika memilik relasi penuh cinta kasih, hukum seberat apapun, pasti akan bisa ditaati.
3. Ke-Yahudian Vs Paulus
Dalam Rom.9:30-33, Paulus menggambarkan pertentangan yang ada antara dua macam sikap terhadap Allah. Yang pertama, adalah sikap orang Yahudi. Tujuan orang Yahudi ialah supaya dirinya benar dihadapan Allah, mereka menganggap hubungan yang baik dengan Allah sebagai suatu hal yang dapat dihasilkan dengan usaha sendiri. Yang kedua ialah sikap yang menunjukkan bagaimana arti yang sesungguhnya. Pada dasarnya, orang Yahudi berfikir bahwa seseorang melalui ketaatannya yang sungguh-sungguh kepada hukum Taurat, akan mendapat kredit pahala. Akibatnya, Allah berhutang kepadanya dan akan memberikan keselamatan kepadanya. Orang Yahudi berusaha supaya Allah berhutang kepadanya, padahal bangsa lain puas dengan berhutag pada Allah. Orang Yahudi berpendapat, bahwa ia dapat memperoleh keselamatan dengan melakukan hal-hal tertentu bagi Allah, bangsa lain tercengang melihat apa yang telah Allah kerjakan baginya. Orang Yahudi berusaha mencari jalan kepada Allah dengan perbuatan sendiri, bangsa lain datang melalui jalan iman.[3]
Pemahaman tersebut yang dihadapi Paulus di jemaat yang terdapat banyak orang Yahudi, seperti di Galatia orang-orang Yahudi datang mengatakan bahwa kaum beriman harus bersunat dan menaklukkan diri kepada hukum Taurat, kalau mau diselamatkan. Paulus sekuat tenaga melawan propaganda dan ajaran itu oleh karena berarti mundur selangkah dan menyia-nyiakan karya Kristus (Gal.5:4). Dengan tidak menyangkal nilai tata penyelamatan lama Paulus menentukan batasnya, oleh karena hanya tahap sementara dalam seluruh rencana penyelamatan Allah (Gal.3:23-25). Hukum Musa pada dirinya baik dan suci (Rom.7:12), dan sungguh-sungguh menyatakan kehendak Allah. Tetapi hukum Taurat tidak memberi manusia daya batiniah untuk menepatinya; dengan jalan itu hukum Taurat tidak hanya membuat manusia menjadi sadar akan dosanya dan kebutuhannya akan pertolongan dari Pihak Allah (Gal.3:19-22; Rom.3:20; 7:7-13). Adapun pertolongan yang berupa karunia belaka itu dahulu dijanjikan kepada Abraham sebelum hukum Taurat diberikan (Gal.3:16-18; Rom.4), dan dianugerahkan oleh Yesus Kristus: kematian dan kebangkitanNya sudah menghancurkan kemanusiaan lama yang diracuni dosa Adam dan menciptakan kemanusiaan baru Yesus yang menjadi prototip-nya (Rom 5:12-21). Setelah bergabung dengan Kristus melalui kepercayaan dan dijiwai oleh Roh Kudus, maka manusia selanjutnya dengan cuma-cuma menerima pembenaran sejati dan dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah (Rom.8:1-4). Memanglah kepercayaan manusia harus menjadi nyata dalam pekerjaan, tetapi pekerjaan yang dilaksanakan berkat daya Roh Kudus (Gal.5:22-25; Rom.8:5-13), itu bukan lagi pekerjaan hukum Taurat yang padanya orang-orang Yahudi dengan angkuhnya menaruh kepercayaannya. Pekerjaan-pekerjaan itu dapat dilaksanakan oleh semua yang percaya kepada Kristus, meski datang dari kekafiran sekalipun (Gal.3:6-9, 14; Rom.4:11). Maka tata penyelama­tan Musa yang bernilai sebagai persiapan sekarang sudah ketinggalan zaman. Orang-orang Yahudi yang mau terus berpegang padanya sesungguhnya menempatkan diri di luar keselamatan yang sebenarnya. Allah mengizinkan mereka menjadi "buta", supaya kaum kafir dapat memperoleh keselamatan. Namun demikian orang-orang Yahudi tidak untuk selama-lamanya kehilangan kepilihannya dahulu, sebab Allah memang setia; ada sementara orang-orang Yahudi, yaitu "sisa kecil" yang dinubuatkan para nabi, sudah sampai percaya: dan nanti yang lain-lainpun akan bertobat (Rom.9-11). Sementara itu semua itu kaum beriman, entah orang-orang Yahudi entah bukan Yahudi, harus menjadi satu karena kasih dan saling menolong (Rom.12:1-15:13). Demikianlah pandangan luas yang sudah dirintis dalam Galatia dan dikembangkan dalam Roma. Dan berkat pan-dangan itulah maka kita mempunyai ulasan yang mengagumkan tentang masa lampau umat manusia yang berdosa (Rom.1:18-3:20), dan tentang pergumulan yang berlang-sung dalam diri setiap orang (Rom.7:14-25), tentang keselamatan yang dengan cuma-cuma dikaruniakan (Rom.3:24), daya yang terkandung dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Rom.4:24 dab; 5:6-11), yang didalamnya orang turut serta oleh karena iman dan baptisan (Gal.3:26 dab; Rom.6:3-11), penguraian mengenai panggilan bangsa manusia menjadi anak-anak Allah (Gal.4:1-7; Rom.8:14-17), mengenai kasih Allah yang berhikmat, yang adil dan setia dalam menyelenggarakan rencana penyelamatan-Nya yang terlaksana tahap demi tahap (Rom.3:21-26; 8:31-39). Pandangan akhir zaman tetap tinggal, sebab kita memang diselamatkan dalam pengharapan (Rom.5:1-11; 8:24). Tetapi sama seperti dalam surat-surat kepada jemaat di Korintus, tekanan terletak pada keselamatan yang sudah dimulai sekarang; Roh yang dijanjikan sudah dimiliki sebagai "karunia-sulung” (Rom.8:23), sekarang orang-orang Kristen sudah siap hidup dalam Kristus, Rom 6:11, dan Kristus hidup di dalam mereka Gal 2:20.[4]
4. Teologi Paulus atas Hukum Taurat
Tom Jacobs[5] dengan jelas menguraikan bagaimana permasalahan Paulus dengan Taurat cukup rumit. Dari satu pihak ia memuji Taurat, dari lain pihak ia mengutuknya. Bagi Paulus Taurat adalah ”hukum Allah” (Rom.7:22)[6] Juga dikatakan bahwa "hukum Taurat adalah kudus" (Rom.7:12); "hukum Taurat itu baik" (ay 16). Di antara anugerah‑anugerah yang diterima Israel juga disebut ”hukum Taurat” (Rom.9:4).
Namun "dosa tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat" (Rom.5:13): "Oleh hukum Taurat orang mengenal dosa" (Rom 3,20). Dalam Rom.3:20 malahan dikatakan bahwa "hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak". Dalam perintah dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa‑rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati, akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup (Rom.7:8‑9). "Kuasa dosa ialah hukum Taurat" (1Kor.15:56); "hawa nafsu dosa dirangsang oleh hukum Taurat” (Rom.7:5). Maka tidak mengherankan bahwa ia menyebut seluruh situasi Taurat suatu ”pelayanan yang memimpin kepada penghukuman” (2Kor.3:9). Defacto Taurat berarti kutuk: ”Semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertutis dalam kitab hukum Taurat” (Gal.3:10). Singkatnya: ”Perintah yang seharusnya mem-bawa kepada hidup, ternyata justru membawa kepada kematian” (Rom.7:10).
Bagaimana hal itu mungkin? Paulus menjawab: "hukum Taurat tidak berdaya oleh daging" (Rom.8:3). Hal itu diuraikannya panjang lebar dalam Rom.7:7‑25. Dan dalam Rom.8:7 dengan tegas ia berkata bahwa ”keinginan daging tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya”. Dan karena daging tidak dapat menuruti hukum Allah, maka Taurat juga tidak mampu memerdekakan manusia dari hukum dosa dan hukum maut (lih.Rom.8:2), sehingga dikatakan bahwa Taurat tidak dapat "menghidupkan" (Gal.3:12). Ketidakmampuan Taurat terdapat di sini, bahwa Taurat tidak dapat meniadakan ketidakmampuan manusia untuk melakukan Taurat. Maka hukum Taurat yang seharusnya membawa manusia kepada hidup, ternyata hanya menyebabkan bahwa "orang mengenal dosa" (Rom.3:20), bahwa "dosa mulai hidup" (Rom.7:9).
Bahwa Taurat begitu ineffisien, sebetulnya hanya diketahui dari wahyu Kristus Yesus. Tetapi yang paling penting bukanlah effisiensi Taurat, melainkan fungsinya. "Hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang" (Gal.3:24). Di sini perlu diperhatikan bahwa "penuntun" (paedagogos) barangkali tidak berarti guru melainkan pelayanan yang mengantar anak ke sekolah (dan membawa buku‑buku dan pensilnya). Taurat bagi Paulus sudah tidak berfungsi lagi, sejak kedatangan Kristus (lih. Rom.10:4). Hal itu dikatakan dengan sangat tegas dalam Gal.4:25: "Yerusalem sekarang hidup dalam perhambaan". Ayat ini harus dilihat dalam konteks keterangan Paulus mengenai kedua anak Abraham: "Seorang dari perempuan yang menjadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka. Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya diperanakkan menurut daging, dan anak dari perempuan yang merdeka oleh karena janji. Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari Gunung Sinai dan melahirkan anak‑anak perhambaan, itulah Hagar ‑ Hagar ialah Gunung Sinai di tanah Arab ‑ dan ia sama dengan Yerusalem sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak‑anaknya. Tetapi Yerusalem surgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita" (ay 22‑26). Sudah dalam 2:4 dan 3:26‑28 Paulus menyebut situasi di bawah Taurat "perhambaan". Dan sekarang ia membuat seluruh bangsa Israel menjadi "anak dari perempuan yang menjadi hamba" (ay 23), walaupun mereka tentu saja berkeyakinan bahwa telah lahir "oleh karena janji". Bangsa Yahudi memandang diri sebagai turunan Iskak dan bukan turunan Ismail. Tetapi Paulus berkata bahwa orang Israel "diperanakkan menurut daging" dan tidak "oleh karena janji". Paulus melawankan situasi kedua anak ( = bangsa, umat) sebagai "dua ketentuan Allah" (harafiah: dua wasiat, "diatheke"). Seluruh fase sejarah keselamatan yang lazim disebut "Perjanjian Lama" dilawankan dengan "Perjanjian Baru".
Yang penting ialah bahwa di sini Paulus dengan jelas menunjuk kepada Perjanjian di gunung Sinai (ay 24). Dengan lain kata yang ditolak bu­kan hanya sejumlah peraturan dari Taurat, bahkan tidak hanya seluruh Taurat, tetapi seluruh fase sejarah keselamatan yang bermuara dalam Taurat. Di sini Paulus dengan paling tajam melawankan agama Yahudi dengan agama Kristiani. Maka hubungan yang dilihat oleh Paulus antara Taurat dan dosa, tidak disebabkan oleh karena pelanggaran peraturan tertentu, yang diketahui oleh Paulus. Taurat berhubungan dengan dosa, karena pengampunan dosa datang dengan Kristus dan tidak dengan Taurat.[7] Malahan ”dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaan-nya sebagai dosa" (Rom.7:13; lih. Gal.3:21‑22). Taurat dihubungkan dengan dosa karena mencakup seluruh fase sejarah keselamatan sebelum kedatangan Kristus, artinya sebelum pengampunan dosa. Masa Taurat adalah "masa kesabaran" Allah, waktu ”Ia telah membiarkan dosa‑dosa” (Rom.3:25).
Dalam Galatia, Paulus melihat permasalahan ini melulu dari sudut orang Yahudi (lih. terutama 2:15). Dalam Roma soal diluaskan sampai kepada orang kafir, tetapi di situ pun titik pangkal adalah situasi orang Yahudi. Bagi Paulus Taurat adalah istilah dari sejarah keselamatan, dan mencakup seluruh periode sejarah bangsa Israel, sebagai persiapan untuk kepenuhan keselamatan dalam Kristus. "Sekarang, tanpa hukum Taurat, kebenaran Allah telah dinyatakan" (Rom.3:21). Maka Paulus berani berkata bahwa "tuntutan hukum Taurat digenapi dalam kita" (Rom.8:4). Paulus ”tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun tidak hidup di luar hukum Allah, karena hidup di bawah hukum Kristus” (1Kor.9:21). Penolakan Paulus terhadap Taurat, berdasarkan imannya akan Kristus. Bagi Paulus keselamatan datang atau dari Taurat atau dari Kristus; dan oleh karena bagi Paulus bukan soal lagi bahwa keselamatan datang dari Kristus, maka mustahillah datang dari Taurat. Dan karena keselamatan datang dari Kristus, yang diterima dalam iman, maka manusia tidak mempunyai ”dasar untuk bermegah” (Rom.3:27). Andaikata orang ”dibenarkan karena perbuatannya, maka ia peroleh dasar untuk bermegah” (Rom.4:2). Tetapi orang dibenarkan karena iman, oleh karena itu ”kita bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal‑hal lahiriah” (Flp.3:3-4). ”Aku sekali‑kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal.6:14). Dan andaikata ada orang kristen yang memegahkan diri atas keselamatan yang diperoleh dalam Kristus, maka ia tidak menyadari arti imannya: ”apakah yang kaupunya, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapa engkau memegahkan diri, seolah‑olah engkau tidak menerimanya?” (1Kor.4:7). Bahwa keselamatan datang dari Kristus berarti bahwa Taurat tidak ada artinya lagi, dan bahwa manusia tidak pernah dapat memegahkan perbuatannya sendiri.
5. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, beberapa hal dapat menjadi simpulan :
(1) Hukum Taurat diberikan Allah kepada bangsa Israel pada dasarnya dilandasi pada konteks relasi dan untuk mengatur relasi. Permulaan hukum itu: “Akulah TUHAN Allahmu yang membawa engkau keluar dari Mesir tanah perbudakan”, merupakan bentuk pernyataan bahwa kasih Allah demikian besar. Dengan demikian Hukum Taurat seyogianya tidak mereduksi relasi menjadi penekanan kepada hukum tanpa membangun relasi yang pada akhirnya akan menghasilkan pribadi penuh kemunafikan.
(2) Orang Yahudi berusaha supaya dirinya benar dihadapan Allah, melalui usahanya sendiri. Mereka berfikir bahwa seseorang melalui ketaatannya yang sungguh-sungguh kepada hukum Taurat, akan mendapat kredit pahala. Akibatnya, Allah berhutang kepadanya dan akan memberikan keselamatan kepadanya. Orang Yahudi berusaha mencari jalan kepada Allah dengan perbuatan sendiri, bangsa lain datang melalui jalan iman. Itulah sebabnya mereka tidak memerlukan Kristus.
(3) Fungsi hukum Taurat menurut teologi Paulus, adalah :
a. Menyebabkan orang mengenal dosa (Rom.3:20; 7:7).
b. Menyebabkan "dosa mulai hidup" (Rom.7:9).
c. Penuntun bagi kita sampai Kristus datang (Gal.3:24)
d. Membuat manusia menjadi sadar akan dosanya dan kebutuhannya akan pertolongan dari Pihak Allah (Gal.3:19-22; Rom.3:20; 7:7-13).
(4) Oleh karena Taurat bagi Paulus sudah tidak berfungsi lagi, sejak kedatangan Kristus (Rom.10:4) dan Taurat juga tidak mampu memerdekakan manusia dari hukum dosa dan hukum maut (Rom.8:2), sehingga dikatakan bahwa Taurat tidak dapat "menghidupkan" (Gal.3:12). Dan Taurat tidak dapat meniadakan ketidakmampuan manusia untuk melakukan Taurat, maka Taurat bukanlah sumber keselamatan, karena kita memang diselamatkan dalam pengharapan (Rom.5:1-11; 8:24).
(5) Paulus ”tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun tidak hidup di luar hukum Allah, karena hidup di bawah hukum Kristus” (1Kor.9:21). Penolakan Paulus terhadap Taurat, berdasarkan imannya akan Kristus.
(6) Oleh karena Keselamatan datang dari Kristus, yang diterima dalam iman, maka manusia tidak mempunyai ”dasar untuk bermegah” (Rom.3:27).
(7) Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa Hukum Taurat tetap masih diperlukan sebagai buah dari orang yang telah menerima anugerah keselamatan dari Allah didalam Yesus Kristus.
[1] Douglas, JD.The New Bible Dictionary, Inter-Varsity Press, Leicester LEI 7GP, England,1988. Edisi terjemahan oleh Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 2002. Jilid I hal. 406-408.
[2] Sumber : http://griimalang.page.tl/01-Juli-2007.htm
[3] Barclay, William. The Daily Bible Study : The Letter of the Romans, The Saint Andrew Press, Edinburgh, Scotland,1983. Edisi Terjemahan oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003. hal. 201-202.
[4] Sumber : http://sabdaweb.sabda.org/biblical/intro
[5] Jacobs, Tom. Paulus Hidup, Karya dan Teologinya, Kanisius, Yogyakarta, 1983. hal 176-179
[6] Lih. Rom.7:26; 8:7; 1 Kor.7:19
[7] Lih. Kor.1:30; Kol.1:14; Rom.8:1

Tidak ada komentar: